Dracin Terbaru: Aku Adalah Error Yang Membuatnya Menangis
Aku Adalah Error Yang Membuatnya Menangis
Lengkung bulan sabit menari di balik tirai sutra Istana Timur, serupa senyum sinis yang menyelimuti wajahku. Di hadapanku, berdiri Kaisar Li Wei, sahabat, saudara seperguruan, dan...musuh bebuyutanku. Dulu, kami berlatih pedang di bawah pohon plum yang sama, berbagi mimpi tentang dunia yang adil. Sekarang, pedang di tanganku gemetar, bukan karena takut, tapi karena amarah yang membara.
"Wei..." desisku, suaraku serak. "Kau tahu, bukan? Kau selalu tahu."
Li Wei tersenyum tipis, senyum yang dulu membuat hatiku menghangat, kini terasa seperti pisau es yang menusuk jantungku. "Tahu apa, Jian?" balasnya, nada bicaranya lembut, TERLALU lembut. "Bahwa kau selalu menjadi bayanganku? Bahwa kau selalu iri dengan takdirku?"
"Iri?" Aku tertawa pahit. Tawa yang bergema di aula megah ini, mengoyak keheningan yang mencekam. "Aku tidak pernah menginginkan takdirmu, Wei. Aku hanya ingin...kejujuran."
Kami tumbuh bersama di Lembah Kabut, dilatih oleh Guru Zhao yang legendaris. Kami adalah yang terbaik, dua sisi dari koin yang sama. Tapi ada satu rahasia yang selalu membayangi kami: ramalan kuno tentang "Dua Naga yang Akan Memperebutkan Langit." Guru Zhao selalu menekankan bahwa ramalan itu hanyalah takhayul. Tapi aku tahu, jauh di lubuk hatiku, bahwa ramalan itu adalah BENAR.
"Dulu, aku percaya kau," kataku, meludahkan kata-kata itu seperti racun. "Aku percaya persahabatan kita lebih kuat dari ramalan bodoh itu. Tapi kau...kau menggunakan ramalan itu sebagai alasan."
"Alasan untuk apa, Jian?" tanya Li Wei, matanya berkilat dingin. "Untuk melindungi rakyatku? Untuk memastikan kekaisaran ini tidak jatuh ke tangan yang salah?"
Kebenaran menghantamku seperti gelombang pasang. Selama ini, Li Wei tidak berusaha bersaing denganku. Dia berusaha menyingkirkanku. Dia memanipulasi, berbohong, bahkan mengkhianati kepercayaan orang-orang yang kucintai, semua demi memastikan ramalan itu tidak terwujud.
"Kau...kaulah yang membunuh Guru Zhao," desisku, napasku tercekat. "Kau meracuninya karena dia tahu kebenaran."
Senyum Li Wei melebar. "Guru Zhao terlalu bijaksana untuk kebaikannya sendiri. Dia melihat potensi dalam dirimu, Jian. Potensi untuk menghancurkan segalanya. Aku hanya melakukan apa yang HARUS kulakukan."
Aku mengangkat pedangku. Cahaya bulan memantul dari bilahnya yang tajam. "Kau melakukan kesalahan, Wei. Kau pikir dengan membunuh Guru Zhao dan menjebakku, kau bisa mengendalikan takdir. Tapi kau lupa satu hal: aku adalah ERROR dalam rencanamu. Aku adalah variabel yang tidak kau perhitungkan."
Pertarungan dimulai. Dua naga menari di bawah bulan, pedang beradu dengan suara yang memekakkan telinga. Kami bertarung seperti orang gila, melepaskan semua kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan yang selama ini kami pendam. Setiap tebasan, setiap tangkisan, adalah pengungkapan rasa sakit dan pengkhianatan.
Akhirnya, aku berhasil melucuti pedang Li Wei. Aku berdiri di atasnya, pedangku terhunus di lehernya. Aku bisa mengakhirinya di sini. Aku bisa membalas dendam atas semua yang telah dia lakukan.
Tapi aku tidak bisa.
Ada sesuatu di matanya. Bukan ketakutan. Bukan penyesalan. Tapi...kesedihan.
"Lakukanlah, Jian," bisik Li Wei, suaranya nyaris tak terdengar. "Akhiri semuanya."
Aku menurunkan pedangku.
"Kau tahu, Wei," kataku, suaraku bergetar. "Seandainya saja kau mempercayaiku..."
"Aku selalu mempercayaimu, Jian," balasnya, TERLAMBAT. "Hanya saja...aku tidak mempercayai takdir."
Aku berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Li Wei tergeletak di lantai. Aku tahu dia tidak akan lama lagi. Racun yang kuberikan padanya...tidak ada obatnya.
Aku berjalan menuju gerbang Istana, meninggalkan segala yang pernah kukenal di belakangku. Aku adalah ERROR yang membuat Kaisar Li Wei menangis. Aku adalah monster yang telah dia ciptakan.
Dan sekarang...aku akan menghilang.
Aku harap, di akhirat sana, kau mengerti kenapa aku melakukan ini, Wei.
You Might Also Like: Skincare Pencerah Wajah Tanpa Iritasi